Leave Your Message
Apakah Kecanduan Benar-Benar Hanya "Kebiasaan Buruk"? — Mengungkap Sains di Baliknya
Berita
Kategori Berita
Berita Unggulan

Apakah Kecanduan Benar-Benar Hanya "Kebiasaan Buruk"? — Mengungkap Sains di Baliknya

Tanggal 30 September 2025

Ketika orang mendengar kata itu "kecanduan", banyak yang langsung berpikir tentang perokok, pecandu alkohol, pecandu internet, atau penyalahgunaan narkoba.
Seringkali terlihat bahwa ketika seseorang diberi label “kecanduan”, itu berarti degenerasi, hilangnya kendali, dan kehancuran.

Namun dari sudut pandang ilmiah, kecanduan bukan hanya sekedar sinonim dari “kemauan lemah.” Faktanya, kecanduan merupakan bagian dari mekanisme otak manusia.
Hari ini, mari kita jelajahi rahasia di balik kecanduan dari tiga perspektif: ilmu otak, observasi sosial, dan nikotin sebagai studi kasus.

1. Mengapa Otak “Menjadi Kecanduan”? — Sistem Penghargaan Dopamin

Otak manusia memiliki “sistem penghargaan” alami, yang didominasi oleh dopamin.

Saat Anda makan cokelat, mencapai tujuan, atau menerima pujian, otak Anda melepaskan dopamin, yang mengirimkan pesan: “Bagus sekali, ayo kita lakukan lagi!”

Mekanisme ini berevolusi untuk membantu kelangsungan hidup, memastikan kita terus-menerus mengejar perilaku yang bermanfaat bagi kita:

● Makan (untuk menjamin energi)

● Bersosialisasi (untuk memastikan kerjasama)

● Menjelajahi (untuk menemukan lebih banyak sumber daya)

Masalahnya adalah zat atau perilaku tertentu dapat membajakSistem ini. Nikotin, alkohol, kokain, perjudian, dan gim daring semuanya dapat memicu pelepasan dopamin dalam jumlah besar, jauh melampaui apa yang dihasilkan oleh aktivitas sehari-hari.
Hasilnya? Otak mulai percaya: “Ini lebih penting daripada makan.”Di situlah kecanduan terbentuk.

Bukti ilmiah:
Penelitian dari Lembaga Nasional Penyalahgunaan Narkoba (NIDA)menunjukkan bahwa zat adiktif dapat meningkatkan kadar dopamin di otak dengan 150%–300%, sementara penghargaan alami (seperti makanan atau olahraga) biasanya hanya meningkatkannya sebesar 50%–100%.

Gambar 1.png

2. Kecanduan Bukanlah “Tanpa Harapan” — Plastisitas Otak

Banyak orang berpikir kecanduan itu seperti jatuh ke jurang maut. Itu tidak benar.
Ilmu saraf telah menunjukkan bahwa otak memiliki plastisitas tinggi.

Dengan intervensi yang tepat, sirkuit penghargaan otak dapat “diatur ulang”:

Dukungan farmasi: Terapi Penggantian Nikotin (NRT), terapi metadon — pengganti ringan untuk mengurangi ketergantungan secara bertahap.

Alternatif perilaku:Olahraga, meditasi, atau musik — cara sehat untuk memberikan “dopamin positif.”

Intervensi psikologis: Terapi Perilaku Kognitif (CBT), membantu pasien mengidentifikasi dan mengatasi keinginan.

Data pendukung:

● Menurut sebuah SIAPAlaporan, intervensi ilmiah membantu lebih dari 70% individu yang kecanduan nikotinmencapai pengurangan yang signifikan dalam waktu 6–12 bulan.

● Sebuah studi di The Lancetmenemukan bahwa latihan aerobik teratur meningkatkan tingkat berhenti merokok sebesar 30%–50%.

gambar2.png

3. Apakah Kecanduan Selalu Buruk?

Kita sering menggambarkan kecanduan sebagai “setan,” namun dari sudut pandang evolusi, kecanduan juga merupakan bentuk lain dari motivasi manusia.

Kecanduan olahraga:Ada yang lari maraton atau tinggal di pusat kebugaran — otak telah menggantikan “kecanduan narkoba” dengan olahraga.

Kecanduan belajar:Beberapa ilmuwan dan cendekiawan menjadi terobsesi dengan penelitian, mendorong kemajuan pengetahuan.

Kecanduan kreatif:Seniman sering kali memasuki “kondisi mengalir” saat berkarya — kondisi yang mirip dengan mekanisme kecanduan.

Kecanduan tidak hanya hitam atau putih. Kuncinya terletak pada apa yang membuat seseorang kecanduan.
Jika itu narkoba atau tembakau, itu merusak kesehatan; jika itu pembelajaran atau olahraga, itu dapat diubah menjadi kekuatan pendorong yang positif.

Gambar 3.png

4. Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Ilmu Kecanduan?

Kecanduan bukanlah kegagalan moral:Itu adalah hasil dari bagaimana otak berinteraksi dengan lingkungannya.

Intervensi ilmiah efektif:Menggabungkan metode medis, psikologis, dan perilaku dapat mengurangi ketergantungan secara signifikan.

● Masyarakat membutuhkan regulasi yang rasional:Tidak boleh menjelek-jelekkan atau memanjakan karya — sains dan kebijakan harus berjalan beriringan demi kebaikan generasi muda dan kesehatan masyarakat.

Kesimpulan

Kecanduan itu sendiri tidak menakutkan. Yang menakutkan adalah bias dan label yang menjelek-jelekkannya.
Ilmu pengetahuan memberitahu kita: kecanduan dapat dipahami dan dapat diarahkan.

Mungkin di masa depan, ketika kita berbicara tentang “kecanduan”, kita tidak hanya akan berpikir tentang tembakau atau narkoba, tapi juga tentang bagaimana mengubah dorongan dasar manusia ini menjadi kekuatan yang mendorong kesehatan dan kemajuan sosial.